MAKASSAR, KORANSULSEL – Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Selatan menyatakan bahwa Yayasan Rumah Tahfidz Al Fatih di Kabupaten Gowa, yang saat ini terlibat kasus hukum terkait dugaan pencabulan oleh pimpinannya, tidak terdaftar dalam sistem data administrasi Kemenag Sulsel.
“Tidak terdaftar. Bahkan yang terdaftar pun, kalau bermasalah, bisa masuk ke ranah hukum,” ujar Kepala Kantor Wilayah Kemenag Sulsel, Ali Yafid, di Makassar, Jumat (24/1).
Menurut Ali, Rumah Tahfidz atau pondok pesantren yang tidak memenuhi syarat-syarat pendirian dianggap ilegal. Namun, untuk tindakan hukum terhadap lembaga-lembaga bermasalah, itu bukan kewenangan Kemenag Sulsel.
“Kalau ilegal, kami tidak bisa menerima. Tapi, jika mereka beroperasi tanpa izin, kami akan meminta Kemenag kabupaten/kota untuk membekukan operasionalnya,” tegasnya.
Ali juga menjelaskan lima syarat utama pendirian pondok pesantren atau Rumah Tahfidz, yang dikenal dengan istilah Arkanul Ma’had:
1. Memiliki kiai dan pengasuh.
2. Menggunakan kitab kuning.
3. Memiliki santri mukim.
4. Menyediakan asrama.
5. Memiliki masjid atau mushalla sebagai fasilitas pendidikan.
Hingga Agustus 2024, Kemenag Sulsel mencatat terdapat 405 pondok pesantren di 24 kabupaten/kota, 40 lembaga Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKKPPS), serta 8.269 Lembaga Pendidikan Alquran (LPQ), dengan total santri sebanyak 24.525 orang dan 23.926 tenaga pengajar.
Polres Gowa sebelumnya menetapkan dan menahan pimpinan Yayasan Rumah Tahfidz Al Fatih, Feri Syarwan (28), atas dugaan tindak pidana pencabulan dan persetubuhan terhadap tiga santriwati yang masih di bawah umur.
“Modusnya adalah memaksa korban untuk berhubungan badan selayaknya suami istri. Motifnya adalah memenuhi nafsu pelaku,” ungkap Kapolres Gowa, AKBP Reonald TS Simanjuntak.
Feri Syarwan dijerat dengan Pasal 81 junto Pasal 76D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. (ant/KS)