MAKASSAR,KORANSULSEL – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) mencatat penerimaan dari denda administratif melalui mekanisme ultimum remedium mencapai Rp4,35 miliar hingga Mei 2025. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 68,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp2,57 miliar.
Kepala Kanwil DJBC Sulbagsel, Djaka Kusmartata, menjelaskan bahwa lonjakan penerimaan ini disebabkan oleh intensifnya kegiatan patroli dan penyisiran terhadap pelanggaran, terutama di sektor cukai.
“Peningkatan ini karena gencarnya tim melakukan penindakan. Ultimum remedium menjadi langkah yang kami terapkan untuk menyelesaikan pelanggaran tanpa langsung membawa ke ranah pidana,” ujarnya, Minggu (22/6/2025).
Ultimum remedium merupakan prinsip hukum yang menempatkan sanksi pidana sebagai upaya terakhir. Dalam konteks ini, pelanggar yang bersedia membayar denda administratif akan dibebaskan dari proses hukum pidana.
Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan, Alimuddin, menyebutkan sepanjang Januari–Mei 2025, DJBC Sulbagsel telah melakukan 40 penindakan. Sebagian besar penindakan dilakukan terhadap pelanggaran hasil tembakau ilegal.
“Kami mengamankan 10,15 juta batang rokok ilegal senilai Rp15,38 miliar, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp10,05 miliar,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga mengamankan 5.345 liter minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ilegal, dengan estimasi nilai barang Rp2,61 miliar dan potensi kerugian negara sekitar Rp820 juta.
Menurut Alimuddin, pendekatan ultimum remedium memberi ruang penyelesaian hukum secara administratif, tanpa harus memproses pidana jika pelanggar memilih membayar denda.
“Ini jadi alternatif penyelesaian. Jika denda dibayar, maka proses pidana tidak dilakukan. Ini efektif untuk mendorong kepatuhan sekaligus memulihkan potensi penerimaan negara,” tutupnya. (ant/KS)