JAKARTA, KORAN SULSEL – Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) dan Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan keprihatinan mendalam dan mengecam keras tindakan penggusuran yang dilakukan pemerintah di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
Sejak 1834, pemukiman masyarakat Pulau Rempang telah berdiri, namun kini terancam digusur oleh pemerintah. Hal ini berakar pada proyek Rempang Eco-City yang dianggap sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) tetapi dikelola dengan banyak ketidakjelasan.
Melalui siaran pers bertajuk “Pengadaan tanah dalam Proyek Strategis Nasional ini juga terindikasi merampas tanah masyarakat yang tidak pernah diberikan hak atas tanah oleh pemerintah”, LHKP dan MHH Pimpinan Pusat Muhammadiyah menunjukkan keprihatinannya. Siaran pers tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jakarta dan Yogyakarta dan diketahui oleh Ketua Pimpinan Muhammadiyah yang Membidangi Hukum, HAM, dan Hikmah, Dr. HM Busyro Muqoddas, SH., MHum.
Kasus ini menegaskan bahwa pemerintah tampaknya gagal menjalankan mandat konstitusi. Menko Polhukam, Mahfud MD, dengan pernyataannya yang menyebut “tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap,” semakin memperburuk keadaan. Fakta sejarah membuktikan keberadaan masyarakat di sana sejak 1834.
“Kejadian pada 7 September 2023 merupakan contoh memalukan dari tindakan pemerintah yang terkesan ambisius membangun proyek bisnis dengan mengabaikan hak masyarakat yang telah berabad-abad berdiam di Pulau Rempang, bahkan jauh sebelum berdirinya Indonesia,” tegas mereka.
Tindakan ini tampak bertentangan dengan amanat UUD 1945 yang menjamin perlindungan bagi seluruh bangsa Indonesia. Mengingat kondisi ini, Muhammadiyah bersama elemen masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk berpihak pada keadilan, hak asasi manusia, serta mandat konstitusi untuk kesejahteraan masyarakat Pulau Rempang.
“LHKP dan MHH Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengecam kebijakan pemerintah yang cenderung menguntungkan industri swasta dengan mengorbankan masyarakat Pulau Rempang. Penggunaan aparat kepolisian dan TNI secara berlebihan dan tanpa melibatkan konsultasi dengan masyarakat jelas menunjukkan pemerintah telah melanggar mandat konstitusi Indonesia,” demikian bunyi pernyataan mereka. (KS)