KORAN SULSEL – Diperbolehkannya lembaga pendidikan menjadi lokasi kampanye mendapat atensi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Mereka bakal memperketat pengawasan untuk menjaga kondusivitas kampus atau sekolah yang menjadi lokasi kampanye.
Anggota Bawaslu Puadi mengakui, kampanye di sekolah memiliki tingkat kerawanan tersendiri. Karena itu, pihaknya akan melakukan langkah antisipasi dari sisi pelaksanaan. Harus dipastikan bahwa kampanye tersebut memenuhi unsur yang disyaratkan Mahkamah Konstitusi (MK). Yakni, sudah mendapat izin dari kepala sekolah atau rektor serta tidak ada atribut politik. ’’Bawaslu konsisten untuk melakukan pengawasan melekat di sekolah,’’ ujar Puadi di sela-sela kegiatan debat antarmahasiswa di Ancol, Jakarta, Senin, 28 Agustus 2023.
Dalam pengawasan melekat, para pengawas akan terjun ke lapangan untuk memastikan tidak ada kegiatan yang melanggar aturan kampanye. ’’Jika ada dugaan pelanggaran, ya kita lakukan penindakan,’’ imbuhnya.
Dari sisi regulasi, dia juga akan ikut memastikan petunjuk teknis yang disusun KPU benar-benar cermat. Misalnya, terkait dengan karakteristik sekolah yang memenuhi dan relevan untuk dilakukan kegiatan politik. ’’Kita sedang menggodok juga. Nanti kita sampaikan ke KPU,’’ jelasnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek Nizam mengatakan, pihaknya masih mempelajari dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait mengenai putusan MK tersebut. Kemendikbudristek juga tengah mencari cara ideal agar pendidikan tinggi tetap bisa menjaga integritas dan netralitas.
Apalagi, saat ini di perguruan tinggi terdapat tenaga pendidikan aparatur sipil negara (ASN) yang memang tidak boleh terlibat politik praktis. ”Kita belum tahu pengaturannya nanti karena kita masih mempelajari peraturan tersebut dan beberapa peraturan lain. Misalnya, ASN yang tidak boleh berkampanye. Padahal, di kampus juga banyak ASN. Jadi, itu yang mungkin perlu pendalaman,” paparnya.
Dia mewanti-wanti, kegiatan belajar-mengajar di kampus tidak boleh terganggu dengan adanya aktivitas politik. Jadwal kampanye politik di kampus pun dilarang lebih dominan dibandingkan kegiatan perkuliahan.
Nizam juga meminta kampus tetap mengambil posisi sebagai lingkungan yang netral. Sebab, dinamika akan sulit dihindari ketika kampanye politik merambah dunia kampus. Karena itu, seluruh warga kampus diimbau tidak berafiliasi atau berhubungan secara langsung dengan kegiatan politik. Langkah itu menjadi penting agar tujuan kampus sebagai sarana pendidikan dan pengembangan intelektual bisa tercapai.
”Kami berharap kampus bisa menjaga jarak dan netral. Tidak ikut-ikutan malah meramai-ramaikan yang tidak seharusnya. Kita ingin situasi politik aman, damai, dan tidak memecah belah bangsa,” tegasnya. (KS)